Peluklah jemari jemari ringkih tanganku yang masih berdarah luka
Rasakanlah bias bias kecewa yang hidup pada wajah wajah lelah purnama
Enggan rasanya tuk mengaduh saat tersentuh pahit yang begitu kental terasa
Saat rasa setiaku harus berdiri tanpa pilihan di ujung sebilah belati rasa hampa
Mengapa pada wajah indah itu tak lagi dapat kutemukan cahaya makna
Semakin dia menyala semakin dia tega hancurkan sebuah rasa
Begitu mudahnya wangi kemilau dunia menjeratnya dalam godaan racun berbisa
Semakin larut dia disana… Tenggelam bersama ribuan khilaf dihatinya
Mengapa pada wajah indah itu tak lagi kudapati pijar sebuah doa
Keindahanmu kini semata hanyalah sebuah alat untuk memuaskan kerdilnya jiwa
Sanggup kau biarkan tubuhmu tersentuh nista tangan tangan tanpa wajah
Oh dimanakah cinta berada… ketika harta, tahta dan kuasa telah menguasai sebuah dunia
Mengapa wajah indah itu tak lagi lugu seperti dahulu saat pertama kali kita jumpa
Saat saat dimana hanya ada sebaris senyum sederhana jauh dari lumpur nafsu yang menggelapkan mata
Wajah indah yang dulu selalu mampu mengisi relung hati dengan sebuah melodi tentang cinta
Kini hanya tersisa serpihan serpihan hati tak bernyawa setelah kau tinggalkan rasaku begitu saja
Pernahkah engkau coba peduli pada apa yang kan terjadi pada sepotong kisahku
Pernahkan engkau coba kembali mengetuk dan tulus berkata… Sayang Maafkanlah diriku
Lihatlah jari jemariku perlahan mulai biru membeku menggenggam remah remah pilu
Mencoba temukan kembali cinta pada kristal kristal kaca air mata extravaganza itu
SELAMAT DATANG
Monday, 9 April 2012
Rintihan Air Mata Extravaganza
0 Comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)