Penulis: Ibnu al-Dabbagh
Penerbit: Zaman
Cetakan: Pertama, 2011
Tebal: 296 Halaman
Setiap gerak
meniscayakan adanya tujuan. Manusia bersekolah seharusnya bertujuan agar
bisa menambah pengetahuan, bekerja untuk memperoleh penghasilan, dan
berpuasa dalam rangka menjalankan perintah-Nya pun memiliki tujuan
tersendiri, yakni agar lebih dekat dengan Sang Pencipta (Allah).
Demikian
pula dengan kehidupan, dan tujuan hidup orang berakal sehat dan
berkepribadian luhur hanyalah satu; mendapatkan kebahagiaan tertinggi,
yang berarti kehidupan yang langgeng di alam malakut (akhirat),
menyaksikan kehadiran Tuhan Yang Mahasuci, menikmati keindahan Ilahi nan
Mahaluhur, dan menyaksikan secara langsung pancaran “cahaya suci” yang
amat mengagumkan. Kebahagiaan, bahkan merupakan tujuan dari alam wujud
ini, tumpuan tertinggi orang-orang berakal dan makna paling luhur yang
hendak dicapai.
Namun, menurut Abdurahman bin Muhammad al-Anshari dalam buku berjudul Mari jatuh Cinta Lagi (aslinya Masyariq Anwar al-Qulub wa Mafatih Asrar al-Ghuyub)
ini, kebahagiaan tersebut tidak dapat diperoleh hanya dengan indra
lahiriah, tidak pula dengan kekuatan jasmani yang tersimpan di dalam
susunan fisik. Karena keduanya hanya bisa menangkap dan menikmati
hal-hal inderawi-materi semata, bukan yang sejati. (halaman 12)
Semuanya
hanya bisa diraih oleh jiwa yang bersih, terdiri dari pribadi-pribadi
yang luhur dan memiliki kemampuan dan kecerdasan yang sempurna. Jiwa
yang tidak tersandera terhadap kenikmatan-kenikmatan alam materi. Jiwa
yang dipenuhi cinta terhadap Sang Pencipta. Cinta
sebagaimana dikatakan oleh al-Hallaj, adalah kegembiraan hati melihat
keindahan sang kekasih. Cinta adalah sang pecinta menghilangkan
sifat-sifat dirinya dan menempatkan kekasihnya pada dirinya.
Sementara
sebagian ulama berpendapat, bahwa dengan cinta segala sesuatu, dan
dengan segala perbedaan pergerakannya, tercipta dan berada. Pergerakan
orang yang takut misalnya, terdorong oleh kecintaan pada keselamatan,
sehingga ia bergerak. Begitu pula berpuasa di bulan Ramadhan, seharusnya
dilandasi atas cinta terhadap Sang Pemberi Perintah (Allah).
Dengan
demikian, jelaslah bahwa tidak ada sesuatu yang wujud di alam ini,
kecuali mempunyai kaitan dengan cinta, sedikit atau banyak, tersembunyi
atau tampak. Cinta merupakan ikatan yang paling menyeluruh di alam
wujud ini. Seberapa besar sesuatu memiliki cinta, sebesar itu keserasian
dan kebersamaannya dengan benda-benda lainnya.
Orang-orang yang meniti jalan cinta terbagi menjadi tiga kelompok; pertama, mereka yang sampai pada jalan cinta lewat jalan indera dan imajinasi, tidak lebih dari keduanya. Kedua, mereka yang sampai pada cinta lewat jalan indera dan akal secara bersamaan. Ketiga, mereka yang sampai pada cinta lewat jalan akal saja, tanpa indera dan imajinasi. (Halaman 139)
Objek
cinta kelompok yang pertama adalah alam fisik, keindahan bentuk dan
keelokan penampilannya. Cinta mereka hanya sampai pada alam imajinasi
batin, tidak lebih. Kelompok ini mengukur cinta dengan ukuran-ukuran
yang bersifat fisik-inderawi. Orang yang mengejar cinta jenis ini adalah
kalangan awam. Kehidupan mereka hanya dihabiskan untuk membangun rumah
yang megah, menangisi kekayaan yang hilang, mengangankan harta yang
melimpah, mengoleksi sebanyak-banyaknya perhiasan, serta mengagumi dan
mengejar wanita-wanita cantik.
Kelompok
kedua adalah mereka yang sampai pada cinta lewat jalan pancaindera,
tetapi setelah itu mereka sampai pada pemahaman akal-nalar. Mereka tidak
berhenti di alam khayalan tetapi melangkah ke depan menembus penjara
imajinasi. Yang dicintai mula-mula adalah keindahan yang melekat pada
tempatnya (lahiriah), akan tetapi, setelah mengamati dan merenungkan
hakikat keindahan yang dilihatnya mereka kemudian melepaskan keindahan
itu dari tempat ia melekat.
Sedangkan
kelompok ketiga dari para pecinta adalah mereka yang melihat keindahan
suci yang datang dari alam cahaya menjelma pada jiwa mereka. Cinta yang
ketiga ini merupakan puncak, sementara cinta-cinta sebelumnya merupakan
jalan yang dimaksudkan untuk meraih cinta puncak ini. Ia merupakan sifat
kaum yang selalu mendekatkan diri (pada Allah) dan posisi hamba-hamba
Allah yang hatinya benar-benar bersih. Ia juga merupakan tujuan
orang-orang yang memiliki pengetahuan yang lengkap lagi sempurna. Ia
bagaikan mata air yang bening dan menyegarkan.
Buku
setebal dua ratus Sembilan puluh halaman ini mengajak pembaca untuk
menyelami arti cinta kepada Allah sekaligus mengalami kehangatan-Nya.
Sebuah cinta yang melahirkan pribadi penuh gairah, yang memerdekakan
diri sendiri maupun orang lain. Penulisnya, secara tuntas mengupas
seputar cinta; hakikat, sebab-sebab, tanda-tanda, cara mencintai dan
dicintai, lezatnya kerinduan ruhani, indahnya keintiman spiritual, serta
bagaimana emosi yang sangat luar biasa itu dapat mengubah arah
kehidupan seseorang menuju kebahagiaan abadi, karena kecintaannya
terhadap Tuhan.
Dengan
demikian, puasa sebagai salah satu ekspresi kecintaan seorang hamba
terhadap Tuhannya, seharusnya mampu menjadi titian menuju kebahagiaan
nan abadi. Perilaku orang yang berpuasa, seharusnya berbeda dengan orang
yang tidak puasa, dan perubahan terjadi bagi orang yang telah
menjalankan puasa, karena telah merengkuh cinta yang ditawarkan-Nya.